Tantangan Industri Semikonduktor era Nanoteknologi
dimuat di halaman web alumni Teknik Fisika ITB
Banyak orang merujuk pada hukum Moore, bahwa jumlah transistor dalam suatu rangkaian terintegrasi (IC) akan menjadi dua kali lipat dalam 18 bulan. Ramalan ini terbukti dalam produk-produk IC sehari-hari. Dulu kita kenal prosesor Intel seri 4004, hingga 286, 386, 486, Pentium, dan hingga kini Pentium 4. Jumlah transistor pada Intel 4004 tahun 1971 "hanya" 2300 transistor, sementara pad Pentium II tahun 1997 kita
mendapati 7,5 juta transistor di dalamnya. Pentium 4 malah mengandung 55 juta transistor di dalamnya.
Jangan terkejut jika dalam waktu dekat akan ada mikroprosesor yang mengandung 1 miliar transistor. Tentu saja jumlah transistor sebesar itu menunjukkan,
bahwa ukuran setiap transistor itu amat kecilnya. Kalau tahun 1970-an transistor berukuran lebih dari 1 mikrometer (1 mikrometer adalah sepersejuta meter), maka kini perusahaan-perusahaan semikonduktor berpacu di kisaran 100 nanometer (100 sepersemilyar meter), dengan kemampuan yang makin meningkat pula. Kalau tahun 1970-an kecepatan proses mikroprosesor hanya 0,1 MHz, kini Pentium mampu bekerja di kisaran 1 GHz. Benar-benar luar biasa hasil rekayasa ini.
Meningkatnya unjuk kerja itu amat berkaitan dengan berkurangnya ukuran transistor. Berkurangnya tegangan (voltase) yang dibutuhkan oleh setiap transistor dan di saat yang sama mengurangi waktu tunda (delay time), yakni beda waktu antara masukan dan keluaran dari sebuah rangkaian transistor, jelas memperbaiki kemampuan dalam bentuk frekuensi yang disebutkan di atas. Karena jumlah transistor yang makin banyak pula,
dimungkinkan terwujudnya aplikasi-aplikasi kompleks. Telefon genggam yang dilengkapi dengan video adalah salah satu contoh yang tidak terbayangkan tahun 1970-an.
Akan tetapi timbul masalah baru karena ukuran transistor yang di bawah 100 nanometer itu. Karena jumlah transistor yang mencapai puluhan juta dalam ruang yang sempit (hanya beberapa sentimeter persegi), maka jumlah total daya yang dibutuhkan juga meningkat sangat tajam. Sebagai gambaran, prosesor Intel Pentium membutuhkan 100 Watt daya, padahal tahun 1970-an daya yang dibutuhkan hanya sekitar 0,1 Watt. Diprediksikan bahwa dalam tahun-tahun mendatang sebuah mikroprosesor akan membutuhkan 500 Watt, bahkan seknario paling buruk bisa menjadi 18 Kilowatt. Kepadatan daya ini per sentimeter persegi bahkan bisa menyamai nozzle roket
atau reaktor nuklir. Untuk itu, dibutuhkan terobosan baru agar perkiraan itu tidak terjadi.
Inilah salah satu tantangan industri semikonduktor modern, yaitu mengurangi disipasi energi transistor. Memang mengecilnya ukuran transistor berefek positif, yaitu meningkatnya arus dari sumber (source) ke penguras (drain) pada saat transistor menyala (on). Ini pada gilirannya mengakibatkan berkurangnya waktu tunda (delay) yang berbanding terbalik dengan frekuensi. Akibatnya frekuensi meningkat yang berarti unjuk kerja transistor - dan rangkaian terintegrasi secara keseluruhan - meningkat. Akan tetapi, dengan makin tipisnya lapisan oksida pada gerbang (gate) transistor, arus *bocor* melalui gerbang bisa jadi meningkat. Ini masih ditambah dengan fenomena kapasitansi parasitik, yaitu rugi energi yang diakibatkan oleh kapasitansi yang muncul sebagai parasit dalam rangkaian, baik pada transistor sendiri maupun pada "kawat" (wire) yang menghubungkan satu rangkaian transistor dengan transistor lainnya.
Ada beberapa cara untuk mengatasinya. Desain transistor SOI (Silicon on Insulator) meletakkan insulator antara gerbang dan substrat sehingga mencegah arus bocor. Atau, dengan menjadikan material yang berkonstanta dielektrik tinggi pada gerbang yang juga mencegah mengalirnya arus bocor gerbang ynag dapat menjadikan kegagalan operasi transistor. Desain FinFET, yang menambah permukaan kontak gerbang untuk mengontrol arus nyala I(on). Atau, bisa juga dengan memperbaiki material silikon menjadi silikon renggang (strained silicon) sehingga memperkecil tahanan (resistance).
Tantangan lain muncul di bidang litografi: karena ukuran transistor yang akan dicetak berukuran di bawah 100 nanometer, maka dibutuhkan teknologi yang bisa
mencetak dengan panjang gelombang sekitar 100 nm. Ini adalah salah satu titik kritis pembuatan transistor beukuran nano, karena bisa berakibat pencetakan terjadi tidak sempurna. Kini muncul berbagai teknologi baru seperti teknologi penenggeleman (immersion technology) 193 nm dengan sumber laser tertentu, dan teknik OPC (optical proximity correction).
Tantangan-tantangan ini memunculkan harapan akan munculnya generasi transistor Terahertz (satu trilyun Hertz). Tinggal kita harus memilih, akan jadi penonton, pengguna, atau pemain.
Estananto, alumni TF-ITB, kini bekerja di sebuah perusahaan desain semikonduktor.
No comments:
Post a Comment