Jumat, 20 Februari 2004
Pengesahan UU Air Diwarnai Walk Out
Laporan : uba/ant
JAKARTA -- DPR dan pemerintah, akhirnya, mengabaikan
keberatan publik terhadap isi Rancangan Undang-Undang
Sumber Daya Air (RUU SDA). Kemarin (19/2), rapat
paripurna DPR menyetujui RUU tersebut untuk disahkan
menjadi undang-undang dengan sejumlah catatan. Namun,
Fraksi Reformasi yang menolak pengesahan tersebut
melakukan aksi walk out.
Sejak awal, RUU ini menuai kontroversi. Bahkan,
pengesahannya mengalami penundaan. Masyarakat menolak
materi RUU tersebut karena akan mengomersialkan sumber
daya air. Mereka khawatir peraturan ini akan
menimbulkan konflik antara investor dan masyarakat.
Masyarakat akan kehilangan akses terhadap sumber air
seperti mata air, sungai, dan sebagainya.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR AM Fatwa,
Fraksi Reformasi menyatakan isi RUU tersebut
bertentangan dengan ketentuan bahwa air adalah milik
rakyat. Karena itu, anggota Fraksi Reformasi
menyatakan tak ikut bertanggung jawab terhadap aturan
ini dengan mengajukan minderheid nota (nota
keberatan).
Menjelang pengesahan, tiba-tiba anggota FKKI Astrid
Soesanto juga menyampaikan minderheid nota. ''Penjajah
Belanda saja mengakui air sebagai sumber daya milik
rakyat,'' katanya. Dia menganggap pengesahan RUU ini
tergesa-gesa dan sangat dipaksakan. Padahal,
pemerintah belum melakukan sosialisasi atas RUU ini.
Hakam Naja dari Fraksi Reformasi mengatakan kehidupan
rakyat akan terancam secara serius. Bahkan, ia
khawatir akan terjadi konflik sosial, konflik
lingkungan, dan konflik adat. Kekhawatiran lainnya
adalah akibat dominasi swasta, maka kepentingan
pertanian akan terancam. Karena itu, ada upaya untuk
mengajukan UU ini ke Mahkamah Konstitusi untuk
dilakukan judicial review.
Menkimpraswil Soenarno, yang hadir dalam rapat
paripurna menyatakan lega bahwa RUU ini telah
disetujui oleh DPR. Pihaknya akan memperhatikan
cacatan fraksi-fraksi. Soenarno menegaskan, pemerintah
akan menerbitkan delapan PP, yaitu tentang pengelolaan
air, hak guna air, air minum, air tanah, irigasi,
sungai, danau, dan waduk, serta PP tentang pembiayaan.
''Paling lambat satu tahun delapan PP sudah harus
selesai agar UU ini bisa segera diimplementasikan,''
katanya.
Kemarin, mahasiswa dari berbagai universitas
se-Jakarta dan Bogor menggelar aksi unjuk rasa di
depan gedung DPR untuk menentang pengesahan RUU
tersebut. Mahasiswa yang datang dari berbagai
perguruan tinggi negeri dan swasta di Jakarta dan
sekitarnya menyatakan menolak seluruh isi aturan
tersebut.
Menurutnya, di berbagai negara, UU semacam ini selalu
mengorbankan rakyat kecil. Mereka menuduh UU ini hanya
akan mengokohkan dominasi kapitalisme asing yang
menyusup lewat UU.
Di tempat terpisah, mantan Presiden KH Abduurahman
Wahid mengatakan RUU itu hanya akan mengesahkan sitem
monopoli air kepada sebuah perusahaan. Selain itu,
pengesahan ini adalah nyata-nyata tindakan
terang-terangan melanggar UUD 1945. ''Saya yakin,
seperti terjadi pada kasus privatisasi air di
Filipina, nantinya harga air akan menjadi lima kali
lipat dari harga yang sekarang. Sangat berbahaya,''
katanya.
Karena itu, ujarnya, selain dilakukan judicial review,
UU ini bisa diamandemen. ''Kami tahu bahwa usulan
privatisasi air ini adalah usulan IMF dan juga
dorongan dari perusahaan air asing yang terus
merugi,'' katanya.
No comments:
Post a Comment