Saturday, August 19, 2006

My old article about nanotechnology

It is dated March 5, 2005 in Indonesian newspaper Pikiran Rakyat.

Ini Era Semikonduktor Nanoteknologi

BANYAK orang merujuk pada hukum Moore, dengan jumlah transistor dalam suatu rangkaian terintegrasi (integrated circuit/IC) akan menjadi dua kali lipat dalam 18 bulan. Ramalan ini terbukti dalam produk-produk IC sehari-hari.

Dulu kita kenal prosesor Intel seri 4004, hingga 286, 386, 486, Pentium, dan hingga kini Pentium 4. Jumlah transistor pada Intel 4004 tahun 1971 "hanya" 2.300 transistor, sementara pada Pentium II tahun 1997 kita mendapati 7,5 juta transistor di dalamnya. Pentium 4 malah mengandung 55 juta transistor di dalamnya.

Jangan terkejut jika dalam waktu dekat akan ada mikroprosesor yang mengandung 1 miliar transistor. Tentu saja jumlah transistor sebesar itu menunjukkan, ukuran setiap transistor itu amat kecilnya. Kalau tahun 1970-an transistor berukuran lebih dari 1 mikrometer (1 mikrometer = satupersejuta meter), maka kini perusahaan-perusahaan semikonduktor berpacu di kisaran 100 nanometer (1nano meter = satupersemiliar meter), dengan kemampuan yang makin meningkat pula.

Jika kecepatan proses mikroprosesor di tahun 1970-an hanya 0,1 MHz, kini Pentium mampu bekerja di kisaran 1 GHz. Benar-benar luar biasa hasil rekayasa ini. Meningkatnya unjuk kerja itu amat berkaitan dengan berkurangnya ukuran transistor . Berkurangnya tegangan (voltase) yang dibutuhkan setiap transistor, dan saat yang sama mengurangi waktu tunda (delay time), yaitu beda waktu antara masukan dan keluaran dari sebuah rangkaian transistor, jelas memperbaiki kemampuan dalam bentuk frekuensi yang disebutkan di atas.

Aplikasi kompleks

Mengingat jumlah transistor yang makin banyak pula, dimungkinkan terwujudnya aplikasi-aplikasi kompleks. Telefon genggam yang dilengkapi dengan video adalah salah satu contoh yang tidak terbayangkan tahun 1970-an. Akan tetapi timbul masalah baru karena ukuran transistor yang di bawah 100 nanometer itu. Dengan jumlah transistor yang mencapai puluhan juta dalam ruang yang sempit (hanya beberapa sentimeter persegi), maka jumlah total daya yang dibutuhkan juga meningkat sangat tajam.

Sebagai gambaran, prosesor Intel Pentium membutuhkan daya 100 watt, padahal tahun 1970-an daya yang dibutuhkan sekira 0,1 watt. Diprediksikan dalam tahun-tahun mendatang sebuah mikroprosesor akan membutuhkan 500 watt, bahkan skenario paling buruk bisa menjadi 18 Kilowatt.

Kepadatan daya ini per sentimeter persegi bisa menyamai nosel roket atau reaktor nuklir. Untuk itu, dibutuhkan terobosan baru agar perkiraan itu tidak terjadi. Inilah salah satu tantangan industri semikonduktor modern, yaitu mengurangi disipasi energi transistor. Memang mengecilnya ukuran transistor berefek positif, yaitu meningkatnya arus dari sumber (source) ke penguras (drain) pada saat transistor menyala (on). Pada gilirannya mengakibatkan berkurangnya waktu tunda (delay) yang berbanding terbalik dengan frekuensi. Akibatnya frekuensi meningkat yang berarti unjuk kerja transistor, dan rangkaian terintegrasi secara keseluruhan meningkat. Akan tetapi, dengan makin tipisnya lapisan oksida pada gerbang (gate) transistor, arus “bocor” melalui gerbang bisa jadi meningkat. Hal ini masih ditambah dengan fenomena kapasitansi parasitik, yaitu rugi energi yang diakibatkan kapasitansi yang muncul sebagai parasit dalam rangkaian, baik pada transistor maupun pada kawat (wire) yang menghubungkan satu rangkaian transistor dengan transistor lainnya.

Ada beberapa cara untuk mengatasinya. Desain transistor SOI (silicon on Insulator) meletakkan insulator antara gerbang dan substrat, sehingga mencegah arus bocor. Atau, dengan menjadikan material yang berkonstanta dielektrik tinggi pada gerbang yang juga mencegah mengalirnya arus bocor gerbang yang dapat menjadikan kegagalan operasi transistor.

Desain FinFET, yang menambah permukaan kontak gerbang untuk mengontrol arus nyala (on). Atau, bisa juga dengan memperbaiki material silikon menjadi silikon renggang (strained silicon) sehingga memperkecil tahanan (resistance).

Tantangan lain muncul di bidang litografi. Akibat ukuran transistor yang akan dicetak berukuran di bawah 100 nanometer, maka dibutuhkan teknologi yang bisa mencetak dengan panjang gelombang sekira 100 nm. Ini adalah salah satu titik kritis pembuatan transistor berukuran nano, karena bisa berakibat pencetakan terjadi tidak sempurna.

Kini muncul berbagai teknologi baru seperti teknologi penenggelaman (immersion technology) 193 nm dengan sumber laser tertentu, dan teknik OPC (optical proximity correction). Tantangan-tantangan ini memunculkan harapan akan munculnya generasi transistor Terahertz (satu triliun Hertz). Tinggal kita harus memilih. Akan jadi penonton, pengguna, atau pemain?***

Estananto,
Alumni TF-ITB. Bekerja di perusahaan desain semikonduktor.

2 comments:

Anonymous said...

Bagus mas Nano tulisannya, interessant. Saya jg kebetulan di bidang yg mirip. Cuma masih grundstudium.

Silvi_Silvi2002 said...

Assalaamu'alaikum Mas Nano, say "Halo to Nury dan Adna:)"... Read my blog ya mas? I am sick of living in this country but still...I would love to see everything's changing to be right...insya Allah! Appreciate your writing, Mas...pernah baca di PR juga kalau gak salah ttg hmm...apa yaa waktu itu...