Dalam halaman blognya, Priyadi mengetengahkan usul dari beberapa kalangan politisi Malaysia agar Siti Nurhaliza dijadikan Duta Besar Malaysia untuk Indonesia. Agaknya, ada fenomena menarik yang disadari di tengah menghangatnya konflik Ambalat, yaitu Siti Nurhaliza sebagai faktor pemersatu. Apa sih yang menarik dari Siti Nurhaliza ini?
Katanya, Siti ini tetap sopan memegang budaya Melayu (bisa dibaca sebagai budaya Nusantara) yang tetap memakai rok panjang. Sekali lagi ini katanya lho. Jika benar, berarti jauh di bawah alam sadar khalayak penggemar Siti Nurhaliza baik di Malaysia maupun Indonesia, ada semacam kerinduan pencarian figur.
Saya sih lebih setuju kalau Siti Nurhaliza dijadikan atase Kebudayaan Malaysia di Indonesia. Tetapi, nanti kasihan para penggemar karena Siti Nurhaliza akan tersita waktunya untuk menjalankan tugas diplomatik. Jadi memang Siti Nurhaliza sudah jadi duta tidak resmi antara kedua bangsa.
Di kala Uni Eropa makin memperkukuh persatuan dan konsolidasinya, negara serumpun malah saling berebut ladang minyak. Hal-hal seperti ini di Eropa sudah terjadi puluhan tahun yang lalu dan hanya membuahkan dua kali perang dunia dan puluhan juta orang mati terbunuh. Apakah Malaysia dan Indonesia mau mengalami nasib yang sama?
Barangkali berjayanya perekonomian Malaysia menyebabkan Malaysia mampu membiayai angkatan perangnya lebih baik dari negeri tetangganya sehingga berani menetapkan garis batas sendiri. Barangkali pula perekonomian Malaysia yang melaju itu mengakibatkan naiknya kebutuhan ekspansi yang sama yang diderita bangsa Jepang sebelum Perang Dunia II. Jika benar, amat disayangkan.
Juga amat disayangkan bilamana Indonesia tidak segera berbenah mengurusi wilayah perairannya. Lebih disayangkan lagi, jika negara-negara Asia Tenggara, menjelang rencana pembentukan Blok Asia Timur. Walaupun Australia misalnya, adalah salah satu negara yang menjalin pakta pertahanan dengan Malaysia, namun jelas Malaysia tidak selalu merasa sejalan dengan sikap Australia yang arogan menjadi sheriff di Asia. Jelaslah, bahwa negara-negara Asia Tenggara plus India dan Cina justru harus menjalin aliansi startegis untuk menaikkan posisi tawar mereka dengan Australia dan Amerika Serikat.
Perang karena rebutan minyak? Mau hancur bersama, Encik dan Bung? Paling tidak perang hacker sudah dimulai. Ada himbauan simpatik dari Dr. Budi Rahardjo, pakar internet kita. Mau mundur ke belakang ataukah maju ke depan Encik dan Bung?
No comments:
Post a Comment