Saturday, November 08, 2003

Politik sumber daya dan masa depan Indonesia

From: "estananto" <estananto@y...>
Date: Sat Nov 8, 2003 12:22 am
Subject: Politik sumber daya dan masa depan Indonesia


Hallo,

sebuah laporan Kontras tahun 2000 mengisyarakatkan, bahwa Exxon
perusahaan minyak Amerika di Aceh "menyumbang" US$530.000 per bulan
kepada TNI sebagai "uang keamanan". Tentara nasional kita yang gagah
perkasa, lahir dari rakyat untuk membela rakyat, akhirnya dibayar
oleh perusahaan kapitalis asing untuk membela kepentingannya. Karena
itulah barangkali Amerika "masih" mendukung integritas nasional RI,
yaitu selama kepentingannya masih dijamin. Demikian juga di Papua.
Freeport McMoran, juga perusahaan pertambangan Amerika, telah
membayar untuk tahun 2002 US$ 5,6 juta sebagai uang keamanan kepada
TNI. Kekayaan tanah Papua yang luar biasa dengan tembaga dan emas
menjadi kepentingan Amerika pula, dan barangkali selama ini dijamin
maka Amerika berjanji mendukung keutuhan wilayah RI. Sekali Amerika
berpaling, maka nasib Indonesia bisa jadi seperti Afghanistan atau
Irak. Di sinilah kita bisa mengerti, mengapa salah satu edisi
Newsweek setahun yang lalu jelas menyebutkan Indonesia sebagai
target serangan Amerika di sampul majalahnya.
Dilema pelik yang telah lama terjadi ini harus diakui secara jujur
agar kita dapat melihat hubungan antara politik sumber daya, peran
militer, dukungan Amerika, dan masa depan Indonesia. Eksesnya adalah
pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh pengerukan sumber daya yang
terjadi secara sah di depan hukum internasional. Perdebatan tentang
sumber daya alam ini pulalah yang menjadi salah satu pemicu gerakan
separatisme yang sayangnya hanya memancing tindakan reaksioner dan
represif pemerintah pusat, memperparah situasi yang ada.
Mengatasi masalah ini, ke luar diperlukan oportunisme yang tidak
tanggung-tanggung: berdamai dengan politik luar negeri Amerika
seraya mendorong peran aktif negara2 Arab untuk menyelesaikan
konflik Israel-Palestina secara damai dengan restrukturisasi
besar2an kehidupan sipil rakyatnya. Sedangkan ke dalam harus
diupayakan betul agar ketergantungan terhadap produk minyak bumi
secara bertahap benar2 dikurangi; mendorong pemanfaatan teknologi
sumber energi alternatif; penguatan infrastruktur penegakan hukum
seiring dengan infrastruktur perekonomian seperti listrik,
transportasi, dll. Harus mulai dibentuk sistem rekonsiliasi
kompensasi terhadap korban2 kekejaman militer di Aceh dan Papua
sebelum Amerika mulai mempersoalkannya sebagai kartu truf jika di
masa mendatang terjadi masalah dengan "anak2nya" tersebut. Inisiatif
mengantisipasi secara strategis harus disiapkan sebagai alternatif
konvensional.

Salam,
Nano